Konsep strategi aktiva untuk bank syariah
Kemampuan perusahaan tersebut bisa digunakan dengan managemen aset yang terdapat pada neraca dimana sisi passiva yang menggambarkan sumber dana dan sisi aktiva yang menggambarkan penggunaan dana harus dikelola secara efisien, efektif, produktif secara optimal. Adapun skema neraca bank sederhananya sebagai berikut:
|
Harta Asset (aktiva) |
|
Pinjaman Harta Lain |
|
Jumlah Harta |
1. Asset Management
Asset adalah sebuah sumber daya yang dimiliki atau dikendalikan oleh perusahaan sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana beberapa manfaat ekonomi masa depan dapat diharapkan mengalir ke perusahaan. Kepemilikan aset itu sendiri adalah tidak berwujud. Namun, aset yang dimiliki dapat berwujud atau tidak berwujud.
Manajemen Aset didefinisikan menjadi sebuah proses pengelolaan segala sesuatu baik berwujud dan tidak berwujud yang memiliki nilai ekonomik, dan mampu mendorong tercapainya tujuan dari individu dan organisasi. Melalui proses manajemen yaitu POLC (Planning, Organizing, Leading dan Controling) agar dapat dimanfaatkan atau dapat mengurangi biaya (cost) secara effisien dan
efektif.
Liabilitas atau utang adalah kewajiban membayar kepada pihak lain yang disebabkan oleh tindakan/transaksi sebelumnya. Berdasarkan jangka waktu pelunasannya, manajemen liabilitas merupakan kemampuan bank dalam menyediakan dana yang cukup untuk memenuhi semua kewajibannya maupun komitmen yang telah dikeluarkan kepada nasabah.
Sedangkan ALMA adalah manajemen struktur neraca bank dengan tujuan untuk memaksimalkan pendapatan, mengendalikan biaya dalam batas-batas risiko tertentu. Di dalam buku yang lain, ALMA adalah suatu proses dari perencanaan, pengorganisasian, dan pengawasan yang berfungsi sebagai pengendalian aktiva dan pasiva secara terpadu yang saling berhubungan dalam usaha mencapai keuntungan bank.
ALMA merupakan manejemen struktur neraca bank dengan tujuan untuk mengoptimalkan pendapatan dan meminimalkan biaya dalam batas-batas risiko tertentu. Risiko-risiko ALMA dalam suatu bank pada umumnya berupa:
a. Financing risk, yaitu debitur akan memenuhi kewajibannya (keterlambatan angsuran atau pelunasan) tepat pada waktunya. Risiko kredit dapat menimbulkan risiko likuiditas.
b. Liquidity risk, yaitu risiko bahwa bank tidak dapat memenuhi kewajibannya pada waktunya atau hanya dapat memenuhi kewajiban melalui pinjaman darurat (bagi hasil yang tinggi) dan atau menjual aktivanya dengan harga yang rendah.
c. Pricing risk, yaitu risiko kerugian dengan akibat perubahan tingkat bagi hasil, menentukan bentuk penurunan margin dari penanaman atau kerugian sebagai akibat menurunnya nilai aktiva. Risiko ini sebagai akibat Net Interest Margin (NIM) atau tidak terpenuhinya likuiditas, atau terjadinya gap karena tidak tepatnya perhitungan pricing atas aset dan liabilitas.
d. Foreign exchange risk, yaitu risiko kerugian sebagai akibat perubahan tingkat kurs terhadap “open position” karena adanya pergerakan kurs yang merugikan.
e. Gap risk, yaitu risiko kerugian dari ketidakseimbangan interest rate maturity karena adanya pergerakan tingkat bunga yang merugikan.
f. Kontinjen risk, yaitu risiko yang timbul sebagai akibat transaksi kontinjen, contohnya bank garansi dan kontrak valuta asing berjangka.
g. Risiko likuiditas adalah risiko yang ada diperbankan yang biasanya timbul dari cara bank mengelola primary dan secondary rerserve serta pendanaannya sehari-hari. Risiko yang ada dalam pengelolaan primary rererve dapat berupa:
1) Reserve yang dikelola terlalu tinggi dari yang dibutuhkan.
2) Reserve requirement tidak dapat dipenuhi sehingga berakibat dikenakan penalti atau sanksi oleh Bank Indonesia serta timbulnya masalah bagi bank sendiri.
2. Aplikasi Manajemen Asset pada Bank Syariah
Penerapan aplikasi manajemen asset pada bank syariah adalah untuk meningkatakan produktivitas dan kinerja perusahanan, antara alain adalah :
a. Meningkatkan segmentasi DPK
Dalam usaha meningkatkan segmentasi DPK, perbankan syariah dapat melakukan peningkatan terhadap beberapa bidang misalnya peningkatan standarisasi pelayanan,sistem dan jaringan teknologi, aksesibilitas ysng mudah, cepat dan aman, serta meningkatkan jaingan baik dari sisi kantor maupun virtual office.
b. Penguatan segmentasi korporasi untuk meningkatkan pendapatan.
Segmentasi korporasi merupakan satu segmen yang baik untuk dibidik oleh bank syariah, dimana segmentasi korporsi dapat ditingkatkan melalui optimalisasi giro yang aman dan memiliki aksesibilitas tinggi terhadap korporasi, sehingga mengahasilkan ekspektasi bagi hasil yang rendah tetapi jumlah yang didapatkan dari sisi DPK lebih besar.
c. Peningkatan Fee Based Income
Fee based income atau pendapatan berbasis jasa layanan tidak termaksuk yang dibagihasilkan ke nasabah DPK oleh karena itu bank syariah dapat menurunkan ekspektasi keuntungan dari sisi pembiayaan dan mentrasformasikan dalam bentuk fee based income.
d. Peningkatan peranan regulator
Perlunya peningkatan peran regulator dalam menggunakan jasa keuangan dari perbankan syariah,sehingga peranan bank syariah dapat lebih meningkat lagi. Hal ini dikarenakan dana-dana pemerintah maupun BUMN dapat menjadi sumber DPK yang potensial pada perbankan syariah, regulator juga dapat menjadi solusi atas kebutuhan sistem permodalan bagi bank syariah.
e. Peningkatan sistem akuntabilitas
Peningkatan sistem akuntabilitas pada bank syariah dapat lakukan dengan beberapa cara diantaranya : peningkatan SDM yang memiliki kompetensi dan perbankan syariah secara baik, penerapan manajemen resiko yang komprehensif, sistem laporan yang informatif dan bertanggung jawab,sistem audit syariah dan bisnis yang berintegritas, dan sosialisasi yang merata kepada setiap masyarakat.
Adapun komponen kebijakan ALMA perbankan syariah sama dengan komponen kebijakan yang dilakukan oleh perbankan konvensional, perbedaannya adalah pengambilan keuntungan dari perdagangan valas untuk memaksimalisasi laba perbankan, serta pengamatan terhadap fluktuasi bunga.
Teknik duration gap manajament dapat diaplikasikan oleh bank islam, bukan dalam rangka menghindari risiko tingkat bunga, melainkan untuk mengatur cash flow atau mengendalikan likuiditasnya.
Risiko gap muncul apabila pada suatu periode tertentu terjadi/ terdapat ketidak seimbangan antara interest rate maturity dari aset dan liabilitas sehingga pendapatan bank menjadi sensitif terhadap perubahan tingkat bagi hasil di pasar. Dalam pengambilan keputusan yang dilakukan perusahaan atau bank syariah apakah positif gap atau negatif gap tergantung pada tiga hal, yaitu:
a. Prakiraan arah perkembangan tingkat bagi hasil.
b. Tingkat keyakinan manajemen terhadap perkiraan tersebut.
c. Hasrat bank untuk mengambil risiko jika tindakan yang diambil salah.
Comments
Post a Comment